Selasa, 08 Januari 2013

10 Alasan Berinvestasi Emas





10 Alasan berinvestasi emas

1. Emas itu universal value/global currency bernilai dan berharga baik di indonesia atau di luar negeri, kalau uang kertas apabila ke luar negeri hrs ditukar dengan mata uang setempat.
2. Emas sbg proteksi aset yang kebal terhadap inflasi & deflasi yang merupakan perampok yang tak terlihat, semakin tinggi inflasi maka harga emas akan semakin naik.

3. Emas lebih aman, menyimpan uang di bank akan dikenakan biaya admin, pajak bunga, tingkat suku bunga rendah serta penjaminan yang terbatas (LPS).

4. Emas lebih liquid (mudah dicairkan), properti, saham, obligasi, kendaraan dll membutuhkan waktu lebih dari 1 hari untuk dicairkan.

5. Lebih fleksibel, berinvestasi emas bisa di mulai dari gram yg kecil, dengan dana terbatas kita bisa berinvestasi emas.

6. Emas mudah dibawa dan dipindahkan (Moveable/portable), membawa uang tunai 500 jt sangat tdk praktis dan beresiko. Membawa 1kg emas sangat praktis, ukurannya ga lebih besar dari BB Gemini dan tdk diketahui orang.

7. Emas awet dan tahan lama, properti, kendaraan, surat2 berharga apabila terendam air atau kena bencana alam nilainya akan berkurang atau hilang. Emas tahan terhadap segala kondisi cuaca, anti karat, asam, air bahkan api sekalipun meski melumer (di atas 1083 C) akan tetap emas dan bernilai hanya berubah bentuk namun kemurnian dan massanya tetap.

8. Emas untuk jangka pendek berfluktuasi namun untuk jangka panjang akan terus naik, sejak 10 tahun terakhir nilainya naik lebih dari 350%.

9. Emas bersifat ownership & stewardship (Kepemilikan dan Pengelolaan sendiri), emas yg kita beli, kita miliki dan kita yg menyimpan. Ketika kita pegang emas, itu berarti kita memegang aset yang tidak tergantung pada orang lain.

Kamis, 17 Mei 2012

INVESTASI EMAS: KOIN DINAR, EMAS LANTAKAN ATAU PERHIASAN?


Ketiga-tiganya tentu memiliki kesamaan karena bahannya memang sama. Kesamaan tersebut terletak pada keunggulan investasi tiga bentuk emas ini yaitu semuanya memiliki nilai nyata (tangible), senilai benda fisiknya (intrinsic) dan nilai yang melekat/bawaan pada benda itu (innate). Ketiga keunggulan nilai ini tdak dimiliki oleh investasi bentuk lain seperti saham, surat berharga dan uang kertas.
Default value (nilai asal) dari investasi emas tinggi – kalau tidak ada 
campur tangan berbagai pihak dengan kepentingannya sendiri-sendiri otomatis nilai emas akan kembali ke nilai yang sesungguhnya – yang memang tinggi.
         Sebaliknya  default value (nilai) uang kertas, saham, surat berharga mendekati nol, karena kalau ada kegagalan dari pihak yang mengeluarkannya untuk menunaikan kewajibannya –uang kertas, saham dan surat berharga menjadi hanya 
senilai kayu bakar.
         Nah sekarang sama-sama investasi emas, mana yang kita pilih ? Koin Emas, Emas Lantakan atau Perhiasan ? Disini saya berikan perbandingannya saja yang semoga objektif sehingga pembaca bisa memilih sendiri - Agar keputusan Anda tidak terpengaruh oleh pendapat saya – karena kalau pendapat saya tentu ke Dinar karena inilah yang saya masyarakatkan.

A. Kelebihan Dinar :
1. Memiliki sifat unit account; mudah dijumlahkan dan dibagi. Kalau kita punya 100 Dinar – hari ini mau kita pakai 5 Dinar maka tinggal dilepas yang 5 Dinar dan di simpan yang 95 Dinar.
2. Sangat liquid untuk diperjual belikan karena kemudahan dibagi dan dijumlahkan di atas.
3. Memiliki nilai da’wah tinggi karena sosialisasi Dinar akan mendorong sosialisasi syariat Islam itu sendiri. Nishab Zakat misalnya ditentukan dengan Dinar atau Dirham - umat akan sulit menghitung zakat dengan benar apabila tidak mengetahui Dinar dan Dirham ini.
4. Nilai Jual kembali tinggi, mengikuti perkembangan harga emas internasional; hanya dengan dikurangkan biaya administrasi dan penjualan sekitar 4% dari harga pasar. Jadi kalau sepanjang tahun lalu Dinar mengalami kenaikan 31 %, maka setelah dipotong biaya 4 % tersebut hasil investasi kita masih sekitar 27%.
5. Mudah diperjual belikan sesama pengguna karena tidak ada kendala model dan ukuran.

Kelemahan Dinar :
1. Di Indonesia masih dianggap perhiasan, penjual terkena PPN 10% (Sesuai KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83/KMK.03/2002 bisa diperhitungkan secara netto antara pajak keluaran dan pajak masukan toko emas maka yang harus dibayar ‘toko emas’ penjual Dinar adalah 2%).
2. Ongkos cetak masih relatif tinggi yaitu berkisar antara 3% - 5 % dari nilai barang tergantung dari jumlah pesanan.

B. Kelebihan Emas Lantakan :
1. Tidak terkena PPN.
2. Apabila yang kita beli dalam unit 1 kiloan – tidak terkena biaya cetak.
3. Nilai jual kembali tinggi.

Kelemahan Emas Lantakan :
1. Tidak fleksibel; kalau kita simpan emas 1 kg, kemudian kita butuhkan 10 gram untuk keperluan tunai – tidak mudah untuk dipotong. Artinya harus dijual dahulu yang 1 kg, digunakan sebagian tunai – sebagian dibelikan lagi dalam unit yang lebih kecil – maka akan ada kehilangan biaya penjualan/adiminstrasi yang beberapa kali.
2. Kalau yang kita simpan unit kecil seperti unit 1 gram, 5 gram, 10 gram – maka biaya cetaknya akan cukup tinggi.
3. Tidak mudah diperjual belikan sesama pengguna karena adanya kendala ukuran. Pengguna yang butuh 100 gram, dia tidak akan tertarik membeli dari pengguna lain yang mempunyai kumpulan 10 gram-an. Pengguna yang akan menjual 100 gram tidak bisa menjual ke dua orang yang masing-masing butuh 50 gram dst.

C. Kelebihan Emas Perhiasan :
Selain untuk investasi, dapat digunakan untuk keperluan lain – dipakai sebagai perhiasan.

Kelemahan Perhiasan :
1. Biaya produksi tinggi
2. Terkena PPN
3. Tidak mudah diperjual belikan sesama pengguna karena kendala model dan ukuran.

Dari perbandingan-perbandingan tersebut, kita bisa memilih sendiri bentuk investasi emas yang mana yang paling tepat untuk kita. Wallahu A'lam

Senin, 14 Mei 2012

MENGELOLA UANG BERDASAR FUNGSINYA


Dalam teori ekonomi, uang memiliki tiga fungsi yaitu sebagai:
1. Alat tukar (medium of exchange)
2. Penyimpan nilai (store of value) dan
3. Satuan perhitungan/timbangan (unit of cccount).
Ketiga fungsi ini seharusnya melekat pada uang yang kita gunakan, namun penggunaan uang kertas justru tidak dapat memenuhi ketiga fungsi tersebut sekaligus.

Uang kertas hanya berfungsi secara optimal sebagai alat tukar atau medium of exchange. Sebagai penyimpan nilai atau store of value, nilainya tergerus oleh inflasi dari waktu ke waktu. Karena nilainya yang terus menurun ini maka uang kertas juga tidak bisa secara konsisten dipakai sebagai satuan perhitungan/timbangan atau unit of account.

Kalau kita memiliki rumah yang dibeli 10 tahun lalu senilai Rp 100 juta; tanpa renovasi sekalipun sekarang nilainya diatas Rp 250 juta – maka dalam mata uang rupiah seolah kita untung 150%; benarkah kita untung? darimana untungnya? lha wong rumahnya ya tetap itu-itunya. Keuntungan semu ini terjadi karena bias unit of account yang kita gunakan yaitu rupiah.

Uang emas/dinar atau uang perak/dirham sepanjang sejarah ribuan tahun bisa memerankan tiga fungsi uang tersebut secara sempurna. Namun karena rezim pemerintahan dunia 85 tahun terakhir hanya menggunakan uang kertas – dan bahkan 27 tahun terakhir melalui IMF melarang penggunaan emas sebagai referensi mata uang; maka emas/dinar atau perak/dirham belum bisa kita fungsikan sebagai uang dalam pengertian alat tukar atau medium of exchange secara optimal.


Dalam hal uang, kita yang hidup di zaman ini menghadapi situasi dilematis. Uang kita yang resmi yaitu rupiah, dollar dlsb dapat secara efektif kita gunakan sebagai alat tukar saat ini, namun uang kertas ini tidak dapat memerankan fungsi store of value dan unit of account. Uang kertas hanya secara efektif memerankan 1 dari tiga fungsi uang. Di sisi lain kita juga memiliki uang dinar dan dirham yang sudah terbukti efektif memerankan ketiga fungsinya; namun secara legal tidak diakui sebagai alat tukar atau medium of exchange. Praktis Dinar dan Dirham baru bisa memerankan 2 dari tiga fungsi uang.

Lantas mana yang kita gunakan?
Tergantung kebutuhan kita.

Komposisi uang kertas dan dinar kita tergantung berapa banyak yang kita butuhkan sebagai alat tukar dan berapa banyak pula yang dibutuhkan sebagai penyimpan nilai atau store of value. Prinsip sederhananya seperti yang terlihat di grafik tersebut diatas, semakin dekat penggunaan uang kita – semakin besar fungsi alat tukar berperan. Semakin jauh penggunaannya, semkin besar fungsi penyimpan nilainya yang dibutuhkan.

Untuk jual beli saat ini, kita membutuhkan uang kertas – maka tidak dianjurkan untuk menukar uang kertas ini dengan Dinar – apabila uang tersebut akan kita butuhkan dalam waktu dekat.

Sebaliknya untuk kebutuhan kita jangka panjang seperti biaya masuk perguruan tinggi anak-anak, biaya beli/renovasi rumah tanpa kredit, beli kendaraan tanpa kredit, biaya pemeliharaan kesehatan hari tua, biaya pergi haji dlsb kita membutuhkan uang yang berfungsi efektif sebagai store of value, Dinar-lah jawaban praktisnya.

Sebenarnya ada jawaban lain yang lebih baik, uang kita tidak hanya efektif sebagai store of value tetapi juga menjadi growing assets – apabila kita dapat berinvestasi di sektor riil secara baik. Dalam hal ini ‘uang’ jangka panjang kita dapat berupa pohon jati yang terus tumbuh, anak-anak kambing/sapi yang terus membesar, ayam dan itik yang semakin banyak, kebun-kebun yang semakin menghijau dslb dlsb. Wallahu A’lam.

Diedit dari tulisan Mengelola Uang Berdasarkan Fungsinya oleh Muhaimin Iqbal di geraidinar.com Jum'at, 05 December 2008 06:56


KAPAN WAKTU BELI DAN WAKTU JUAL DINAR TERBAIK?

Untuk membeli emas atau Dinar dengan tujuan membangun ketahanan ekonomi jangka panjang, agar anak-anak bisa sekolah sampai tuntas, agar ketika tua kita tidak menjadi beban orang lain, agar asset yang merupakan hasil jerih payah kita tidak terus menurun nilainya dari waktu – ke waktu; maka membeli emas untuk tujuan ini dapat dilakukan kapan saja.

Dalam rentang waktu jangka menengah/panjang, tidak ada istilah ketinggian untuk harga emas atau Dinar. Ketika harga Dinar pertama kali menyentuh nilai Rp 1,000,000/Dinar (emas di kisaran Rp 237,000/gram) 27/10/2007; saat itu banyak yang berpendapat harga Dinar sudah ketinggian – lalu sementara permintaan Dinar menurun.

Ironinya ketika 13 bulan kemudian (27/11/2008) harga Dinar menyentuh angka Rp 1,400,000/Dinar (emas di kisaran Rp 325,000/gram), permintaan Dinar justru mencapai titik tertingginya. Kemudian 3 bulan berikutnya lagi (19/02/2009) ketika angka menyentuh Rp 1,600,000/ Dinar ( emas di kisaran Rp 373,000/gram), kembali permintaan Dinar mencapai titik tertinggi berikutnya.

Dari fakta-fakta diatas, Anda akan mudah memahami bahwa bila Anda menabung untuk tujuan proteksi nilai atau membangun ketahanan ekonomi dalam jangka panjang – maka tidak ada waktu yang salah untuk memindahkan asset Anda dari Asset yang berpeluang mengalami debasement (penurunan nilai/inflasi) yaitu uang kertas ke asset yang terbukti memiliki daya beli stabil sepanjang zaman yaitu emas atau Dinar.

Apakah trend yang terjadi seperti yang ditunjukkan oleh angka-angka tersebut diatas akan terus berlangsung ? Apakah harga emas/Dinar yang sekarang dianggap sudah benar-benar ketinggian oleh sebagian orang – akhirnya akan turun juga ?

Dalam jangka pendek iya, bisa jadi harga emas/Dinar akan turun. Namun sekali lagi dalam jangka panjangnya – lebih banyak faktor fundamental yang mendorongnya naik ketimbang turun. Salah satu faktor yang sangat dominan adalah realitas bahwa uang kertas dunia saat ini dibangun dengan hutang – ketika hutang menumpuk dan tidak ada lagi yang bisa/mau memberi hutangan baru – sedangkan hutang lama harus dibayar – maka pasti uang kertas jatuh nilainya.


Grafik diatas adalah prediksi OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) untuk negara-negara yang konon paling kuat ekonominya. Rata-rata negara anggota OECD ternyata akan memiliki hutang (liabilities) yang melebihi GDP-nya tahun depan (2011). Dari grafik diatas, dapat kita ambil kesimpulan sederhana bahwa seluruh mata uang negara-negara anggota OECD akan turun significant (mengalami debasement) dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama – kecuali China. Ketika nilai uang kertas jatuh, apa yang terjadi dengan harga emas dan benda riil lainnya ? – sederhana, harga emas dan benda riil lainnya akan melambung !.

Untuk sementara China berkemungkinan bisa bertahan paling lama dalam hal kekuatan mata uangnya. China juga merupakan negara yang sangat pinter dalam mendorong rakyatnya membangun ketahanan ekonomi – dengan menganjurkan langsung dan mempermudah rakyatnya membeli emas – mumpung ekonomi mereka kuat dan uang mereka lagi perkasa.

Jadi kalau kita mau belajar sampai ke negeri China termasuk dalam hal ketahan ekonomi ini, maka insyaAllah tidak ada waktu yang salah untuk membeli emas atau Dinar.

Membeli emas/Dinar hanya akan salah bila tujuannya untuk spekulasi jangka pendek. Karena dalam jangka pendek harga emas akan terus bergejolak – sehingga sangat mungkin Anda merugi karena fluktuasi ini.

Lantas kapan waktu menjualnya yang terbaik? Yang terbaik adalah ketika Anda membutuhkannya untuk keperluan riil seperti membayar sekolah, pergi haji, membayar rumah, membayar biaya kesehatan, memindahkan ke investasi sektor riil dlsb. Anda tidak akan pernah menyesal mencairkan emas atau Dinar Anda untuk keperluan-keperluan yang riil tersebut.

Sebaliknya bila Anda menjual emas/Dinar hanya karena tertarik harga lagi tinggi – maka sangat mungkin Anda bisa menyesal karena angka tertinggi saat ini – bisa saja menjadi kelihatan sangat rendah hanya dalam belasan bulan kedepan seperti contoh angka-angka tersebut diatas.

Ringkasnya adalah membeli emas/Dinar yang terbaik adalah pada saat Anda memiliki excess fund untuk keperluan jangka panjang; dan menjualnya terbaik adalah ketika Anda membutuhkannya untuk menutup kebutuhan yang riil.

Sebaliknya membeli emas/Dinar untuk tujuan spekulasi jangka pendek selalu berpeluang untuk rugi karena fluktuasi jangka pendek, demikian pula menjual emas/Dinar hanya karena melihat harga tinggi sesaat – juga bisa menyesal – karena rekor-rekor tertinggi harga emas akan terus bermunculan sejalan dengan debasement mata uang kertas. Wa Allahu A’lam.

Diedit dari tulisan Muhaimin Iqbal Tuesday, 18 May 2010 07:14



EMAS SEBAGAI TIMBANGAN YANG ADIL


Tetap adilkah emas untuk menentukan harga barang dalam situasi resesi? Pertanyaan ini mengemuka karena istilah resesi bahkan stagflasi (stagnasi dan inflasi) ramai dibicarakan para pelaku usaha di dunia.
         Secara teknis sebenarnya definisi resesi adalah apabila terjadi pertumbuhan negatif dari GDP suatu negara dalam dua kwartal berturut-turut. Namun karena indikator GDP ini tidak sepenuhnya akurat maka berbagai pihak berusaha untuk mendeteksi resesi ini secara lebih akurat/ dini; agar dapat mengambil langkah-langkah perbaikan sebelum semuanya menjadi terlalu sulit.
         Salah satunya adalah apa yang dilakukan oleh National Bureau of Economic Research (NBER) yang mendifinisikan bahwa resesi adalah ”Penurunan aktifitas ekonomi secara significant yang menyebar secara luas dan berlangsung beberapa bulan..”; maka menurut definisi ini bisa saja saat ini kita sedang berada dalam kondisi resesi.
         Dengan menggunakan definisi resesi dari NBER ini, World Gould Council (WGC) dua hari lalu mengeluaarkan hasil risetnya tetang perilaku harga emas pada masa-masa resesi.

Berdasarkan kriteria resesi dari NBER, dunia telah mengalami 5 kali resesi (6 kali apabila yang sekarang juga dimasukkan sebagai resesi) sejak tahun 1971 – tahun dimana dunia melepaskan diri dari emas sebagai standar mata uang.
         Dari penelitin harga emas yang dilakukan WGC selama masa-masa resesi yang terjadi antara Nov 73- Maret 73; Jan 80- Jul 80; Jul 81-Nov 82  Jul 90- Nov 91 dan Mar 01-Nov 01; ternyata terbukti harga emas secara global tidak terpengaruh oleh resesi-resesi tersebut.
         Hasil penelitian menguatkan keyakinan kita bahwa sebagai ‘hakim’ yang adil, emas tetap berperilaku adil sebagai pengukur nilai barang-barang dalam situasi apapun – termasuk dalam situasi resesi dunia.
         Menurut Imam Ghazali, Emas ibarat cermin – dirinya sendiri tidak memiliki nilai tetapi dapat dengan akurat mencerminkan nilai dari benda-benda lainnya. Wallahu A’lam.

Diedit dari tulisan Muhaimin Iqbal Jumat, 6 Juni 2008



Minggu, 13 Mei 2012

MENGENAL DINAR DAN DIRHAM ISLAM



Uang dalam berbagai bentuknya sebagai alat tukar perdagangan telah dikenal 
ribuan tahun yang lalu seperti dalam sejarah Mesir kuno sekitar 4000 SM – 2000 SM. Dalam bentuknya yang lebih standar uang emas dan perak diperkenalkan oleh Julius Caesar dari Romawi sekitar tahun 46 SM. Julius Caesar ini pula yang memperkenalkan standar konversi dari uang emas ke uang perak dan sebaliknya dengan perbandingan 12 : 1 untuk perak terhadap emas. Standar Julius Caesar ini berlaku di belahan dunia Eropa selama sekitar 1250 tahun yaitu sampai tahun 1204.
         Di dunia Islam, uang emas dan perak yang dikenal dengan Dinar dan Dirham juga digunakan sejak awal Islam baik untuk kegiatan muamalah maupun ibadah seperti zakat dan diyat sampai berakhirnya Kekhalifahan Usmaniah Turki tahun 1924.
        Standarisasi berat uang Dinar dan Dirham mengikuti Hadits Rasulullah SAW, ”Timbangan adalah timbangan penduduk Makkah, dan takaran adalah takaran penduduk Madinah” (HR. Abu Daud). Pada zaman Khalifah Umar bin Khattab sekitar tahun 642 Masehi bersamaan dengan pencetakan uang Dirham pertama di Kekhalifahan, standar hubungan berat antara uang emas dan perak dibakukan yaitu berat 7 Dinar sama dengan berat 10 Dirham.
         Berat 1 Dinar ini sama dengan 1 mitsqal atau kurang lebih setara dengan berat 72 butir gandum ukuran sedang yang dipotong kedua ujungnya. Dari Dinar-Dinar yang tersimpan di museum setelah ditimbang dengan timbangan yang akurat maka di ketahui bahwa timbangan berat uang 1 Dinar Islam yang diterbitkan pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan adalah 4.25 gram, berat ini sama dengan berat mata uang Byzantium yang disebut Solidos dan mata uang Yunani yang disebut Drachma.
         Atas dasar rumusan hubungan berat antara Dinar dan Dirham dan hasil penimbangan Dinar di museum ini, maka dapat pula dihitung berat 1 Dirham adalah 7/10 x 4.25 gram atau sama dengan 2.975 gram .
         Sampai pertengahan abad ke 13 baik di negeri Islam maupun di negeri non Islam sejarah menunjukan bahwa mata uang emas yang relatif standar tersebut secara luas digunakan. Hal ini tidak mengherankan karena sejak awal perkembangannya-pun kaum muslimin banyak melakukan perjalanan perdagangan ke negeri yang jauh. Keanekaragaman mata uang di Eropa kemudian dimulai ketika Republik Florence di Italy pada tahun 1252 mencetak uangnya sendiri yang disebut emas Florin, kemudian diikuti oleh Republik Venesia dengan uangnya yang disebut Ducat.
         Pada akhir abad ke 13 tersebut Islam mulai merambah Eropa dengan berdirinya Kekhalifahan Usmaniyah dan tonggak sejarahnya tercapai pada tahun 1453 ketika Muhammad Al Fatih menaklukkan Konstantinopel dan terjadilah penyatuan dari seluruh kekuasan Kekhalifahan Usmaniyah.
         Selama tujuh abad dari abad ke 13 sampai awal abad 20, Dinar dan Dirham adalah mata uang yang paling luas digunakan. Penggunaan Dinar dan Dirham meliputi seluruh wilayah kekuasaan Usmaniyah yang meliputi tiga benua yaitu Eropa bagian selatan dan timur, Afrika bagian utara dan sebagian Asia.

Pada puncak kejayaannya kekuasaan Usmaniyah pada abad 16 dan 17 membentang mulai dari Selat Gibraltar di bagian barat (pada tahun 1553 mencapai pantai Atlantik di Afrika Utara ) sampai sebagian kepulauan nusantara di bagian timur, kemudian dari sebagian Austria, Slovakia dan Ukraine dibagian utara sampai Sudan dan Yemen di bagian selatan. Apabila ditambah dengan masa kejayaan Islam sebelumnya yaitu mulai dari awal kenabian Rasululullah SAW (610) maka secara keseluruhan Dinar  dan Dirham adalah mata uang modern yang dipakai paling lama (14 abad) dalam sejarah manusia.
       Selain emas dan perak, baik di negeri Islam maupun non Islam juga dikenal uang logam yang dibuat dari tembaga atau perunggu. Dalam fiqih Islam, uang emas dan perak dikenal sebagai alat tukar yang hakiki (thaman haqiqi atau thaman khalqi) sedangkan uang dari tembaga atau perunggu dikenal sebagai  fulus dan menjadi alat tukar berdasar kesepakatan atau thaman istilahi. Dari sisi sifatnya yang tidak memiliki nilai intrinsik sebesar nilai tukarnya,  fulus ini lebih dekat kepada sifat uang kertas yang kita kenal sampai sekarang .
         Dinar dan Dirham memang sudah ada sejak sebelum Islam lahir, karena Dinar (Dinarium) sudah dipakai di Romawi sebelumnya dan Dirham sudah dipakai di Persia. Kita ketahui bahwa apa-apa yang ada sebelum Islam namun setelah turunnya Islam tidak dilarang atau bahkan juga digunakan oleh Rasulullah SAW– maka hal itu menjadi ketetapan (Taqrir) Rasulullah SAW yang berarti menjadi bagian dari ajaran Islam itu sendiri, Dinar dan Dirham masuk kategori ini.
         Di Indonesia di masa ini, Dinar dan Dirham diproduksi oleh Logam Mulia - PT. Aneka Tambang Tbk dan Perum Peruri. Saat ini Logam Mulia dan Perum Peruri-lah yang secara teknologi dan penguasaan bahan mampu memproduksi Dinar dan Dirham dengan Kadar dan Berat sesuai dengan Standar Dinar dan Dirham di masa awal-awal Islam.
         Standar kadar dan berat Dinar PT Aneka Tambang Tbk-pun tidak hanya di sertifikasi secara nasional oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN), tetapi juga oleh lembaga sertifikasi logam mulia internasional yang sangat diakui yaitu  London Bullion Market Association(LBMA).
         Seperti di awal Islam yang menekankan Dinar dan Dirham pada berat dan kadarnya - bukan pada tulisan atau jumlah/ukuran/bentuk keping - maka berat dan kadar emas untuk Dinar serta berat dan kadar perak untuk Dirham produksi PT Aneka Tambang Tbk dan Perum Peruri di Indonesia saat ini memenuhi syarat untuk kita sebut sebagai Dinar dan Dirham Islam zaman sekarang.
         Seluruh Dinar dan Dirham yang diperkenalkan dan dipasarkan oleh HANIF SANDIKMA GERAI DINAR ( SUB AGEN No 57 ) adalah produksi langsung dari Logam Mulia - PT. Aneka Tambang Tbk dan Perum Peruri.

Diedit dari tulisan Muhaimin Iqbal Direktur Gerai Dinar, penulis buku Mengembalikan Kemakmuran Islam Dengan Dinar dan Dirham di geraidinar.com